Breaking News

Thunder Flash, Pembunuh Biadab dari Banjarnegara

  Thunder Flash bukanlah seperti Thunder, julukan bagi Park Sang Hyun, model dan penyanyi personel band Korea Selatan, MBLAQ. Bukan pula tokoh superheroseperti The Flash atau para superhero Justice League, semisal Batman, Superman, Iron Man, Wonder Woman, dan Aquaman, produksi Warner Bros.

Thunder Flash ini merupakan sosok jahat dan biadab. Itu merupakan akun Facebook palsu bikinan penjahat kambuhan (residivis) asal Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, bernama Deni Prianto, 37 tahun. Ia kerap memakai akun Facebook-nya itu untuk menipu sejumlah perempuan untuk mendapatkan uang yang banyak.

Tapi kali ini Deni alias Thunder Flash tak hanya menipu, tapi juga membunuh korbannya secara keji dan biadab. Korban adalah Komsatun Wachidah, 51 tahun, seorang pegawai negeri sipil Kementerian Agama Kota Bandung, Jawa Barat. Jenazah korban dimutilasi dan dibakar oleh residivis itu tanpa perikemanusiaan. Kasus mutilasi ini menghebohkan publik sepanjang pekan lalu.

Kasus ini terungkap bermula ketika Putra, seorang bocah berumur 12 tahun, warga Dukuh Plendi RT 08 RW 03, Desa Watuagung, Kecamatan Tambak, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menemukan potongan tubuh manusia di pinggiran jalan desa. Putra, yang hendak pulang ke rumah, terkejut melihat onggokan daging terbakar di selokan pada Senin, 8 Juli, pukul 16.30 WIB. Setelah diamati, ternyata itu potongan kepala dan tangan manusia.

Bocah kelas VI SD itu pun lari terbirit-birit sambil berteriak. Ia melaporkan temuannya itu kepada warga dukuh lainnya. Pariman, Supriyadi, Saefudin Fajar Nurohman, Nur Hayati, dan Surat menghampiri lokasi untuk mengecek laporan Putra. Benar saja, potongan kepala dan tangan itu menghitam hangus terbakar.

Pariman lantas menghubungi Polsek Tambak. Tak beberapa lama, polisi datang dan warga pun digemparkan oleh temuan potongan tubuh manusia tanpa identitas itu. Polisi lalu menghubungi Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) dan Tim Inafis Polres Banyumas untuk melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) pukul 18.00 WIB.



"Saat itu kita ungkap identitas korban terlebih dahulu, karena jenis kelaminnya pun belum diketahui," kata Kepala Polres Banyumas AKBP Bambang Yudhantara Salamun kepada SHIOULAR pada Selasa, 9 Juli lalu.

Polisi dibantu warga dan polisi kehutanan melakukan penyisiran dan pencarian potongan tubuh korban lainnya ke sejumlah tempat hutan di sekitar Desa Watuagung. Bahkan Polres Banyumas berkoordinasi dengan Polres Banjarnegara dan Mabes Polri untuk tes DNA korban. 
Tak berapa lama, potongan tubuh korban diketahui identitasnya, yaitu Komsatun Wachidah, 51 tahun, warga Perumahan Bukit Mekar Indah, RT 007 RW 021, Desa Cimekar, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Polisi juga mendapat keterangan saksi warga yang sempat melihat mobil berpelat nomor D (Bandung) yang digunakan untuk membuang dan membakar potongan tubuh korban.
Secara kebetulan, Polres Banyumas mendapatkan informasi adanya laporan suami Komsatun bernama Soib ke Polsek Cileunyi. Soib melaporkan, istrinya menghilang pada Minggu, 7 Juli, pagi. Komsatun pergi tanpa izin suaminya dengan mengendarai mobil Toyota Rush warna silver bernomor polisi D-1055-VBO. Laporan orang hilang itu bernomor B/1518/VII/2019/Polsek Cileunyi.
Dari situlah, Soib juga memberikan keterangan bahwa istrinya mulai berubah sikap dan menghilang setelah berkenalan dengan seorang pria yang usianya lebih muda 14 tahun melalui medsos Facebook. Soib sempat melacak sendiri dengan siapa istrinya itu bertemu dan di mana melalui akun e-mail Google milik istrinya.
Dengan berbekal bukti itu, tim Satreskrim Polres Banyumas melacak akun Facebook pria yang diduga bertemu dengan Komsatun. Akhirnya polisi menemukan identitas pemilik akun yang menggunakan nama palsu, yaitu Thunder Flash. Setelah dilacak, pembuat akun adalah Deni, yang juga memiliki akun Facebook bernama Deni. 

Setelah dilacak lebih dalam, Deni ternyata penjahat kambuhan atau residivis spesialis penipuan yang incarannya para perempuan. Bahkan, pada 2016, Deni sempat dipenjara 4 tahun karena menjadi otak penculikan dan pemerasan terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, bernama Sofia Nur Atalina. 
Setelah keluar bui tiga bulan lalu, bukannya jera, Deni malah melakukan penipuan dengan target perempuan melalui akun Facebook. Korban yang terkena pancingannya itu adalah Komsatun. Keduanya berkenalan sejak April 2019 atau dua bulan sebelum Idul Fitri.
Komsatun kepincut dengan 'berondong' itu, yang mengaku sebagai bujangan dan petugas pelayaran di Jakarta. Komsatun terus menjalin komunikasi dengan Deni secara intens melalui WhatsApp. Lalu mengadakan 'kopi darat' alias pertemuan beberapa kali.
Polisi menduga keduanya menjalin hubungan asmara lebih dalam. Deni sempat meminjam uang Rp 25 juta kepada Komsatun dengan dalih akan dikembalikan setelah gajian. Namun, begitu waktunya harus mengembalikan, pinjaman itu tak pernah kembali. Akhirnya Komsatun menuntut dinikahi dan minta segera dikembalikan uangnya.
Akhirnya, keduanya sepakat bertemu pada Jumat, 5 Juli. Deni dijemput Komsatun, yang sudah terlebih dahulu menyiapkan tempat kosan di Jalan Rancamekar, Kelurahan Cipamokolan, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung. "Jadi pertemuan hari Jumat itu karena ada tuntutan dari korban yang ingin dinikahi dan ingin supaya uang yang sudah ditransfer (Rp 25 juta) dikembalikan," terang Bambang. 
Rupanya Deni emosional dituntut seperti itu. Sebab, selama ini dirinya mendekati dan menggauli Komsatun hanya untuk mendapatkan harta. Makanya, sejak berangkat dari Banjarnegara, muncul niat untuk menghabisi nyawa Komsatun. Setelah bertemu, keesokan harinya, ketika Komsatun pulang, Deni keluar dari tempat kos membeli palu, lalu dia sembunyikan di kolong ranjang.


Pada Minggu, 7 Juli, pagi, Komsatun datang lagi menemui Deni. Saat berhubungan laiknya suami-istri, Deni meraih dan menghantamkan palu ke kepala Komsatun sebanyak tiga kali hingga tewas. Tubuh wanita paruh baya berkulit sawo matang asal Temanggung ini diseret ke kamar mandi supaya habis darahnya.
Sambil menunggu darah korbannya habis, Deni keluar dari tempat kos membeli golok, amplas, dua kotak kontainer, dan plastik. Setelah itu, Deni memutilasi tubuh Komsatun menjadi beberapa bagian dan memasukan dalam dua kotak kontainer. Potongan tubuh dalam kontainer itu dimasukan ke dalam mobil Komsiatun dan dibawa ke Banjarnegara.
Deni sampai di rumah orang tuanya di Desa Gumelem Wetan, Susukan, Banjarnegara Senin, 8 Juli pukul 05.00 WIB. Dua jam kemudian, pukul 07.00 WIB, Deni berangkat membawa mobil milik korbannya ke arah Banyumas. Sesampainya di Desa Watuagung, Tambak, ia menurunkan satu kotak kontainer berisi potongan kepala dan tangan korbannya dan membakarnya.
Pukul 11.00 WIB, Deni lalu membawa sisa potongan tubuh lainnya. Di tengah jalan, ia sempat membeli ban bekas dan bensin. Pukul 14.00 WIB, ia menuju arah Kebumen, lalu menemukan lokasi cocok dan sepi untuk membakar potongan tubuh itu di gorong-gorong jalan Desa Sampan, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen.
Setelah selesai, Deni lalu membawa mobil Komsatun ke Purwoketo untuk dijual tukar tambah di showroom mobil. Akhirnya disepakti mobil itu ditukar dengan mobil Daihatsu Xenia tahun 2007 dan uang Rp 100 juta. Keesokan harinya, Selasa, 9 Juli, Deni kembali ke showroom mobil itu untuk mengambil uang Rp 100 juta.
Ia tak sadar polisi sudah mencium keberadaannya. Saat itulah, Deni dikepung polisi, tapi ia melawan. Polisi dibantu warga mengepungnya hingga tertangkap. Selain menangkap Deni, polisi menyita tiga mobil dari tangan Deni, yakni mobil Timor yang dibeli dari uang hasil pinjaman dari Komsatun sebesar Rp 25 juta, mobil Toyota Rush, dan Daihatsu Xenia, serta uang Rp 100 juta. 


Deni mengaku membunuh secara keji karena dituntut menikahi secara siri dan mengembalikan uang pinjamannya oleh Komsatun. Ia mengaku tak bisa memenuhi permintaan itu karena sudah punya istri dan anak. "Dia (Komsatun) belum tahu, Pak," ucap Deni saat di Polres Banyumas, Selasa, 16 Juli. 

Ia mengaku merencanakan pembunuhan dan memutilasi Komsatun agar tak ketemu jejaknya. Tapi, setelah melakukan perbuatan keji, saat pulang ke rumahnya di Banjarnegara, Deni sempat mengaku telah membunuh dan memutilasi Komsatun karena sering dituduh selingkuh. 

"Kamu kan ngira-ngira aku selingkuh terus. Tuh, yang kamu kira selingkuh sama aku, aku mutilasi. Kalau nggak percaya, lihat saja sendiri, bilang gitu," aku Deni menirukan ucapannya kepada istrinya.

Malah, setelah ada berita penemuan potongan tubuh korban mutilasi, Deni melalui telepon meminta istrinya melihat berita di televisi dan internet melalui Google. Dia mengaku akan menggunakan uang hasil kejahatannya itu untuk membangun rumah di belakang rumah orang tuanya.

Sedangkan pihak keluarga Komsatun mengucapkan terima kasih atas keberhasilan polisi menangkap Deni. "Tapi secara pribadi dan keluarga minta agar pelaku dihukum seberat-beratnya," kata Samjadi, kakak ipar Komsatun kepada wartawan di ruang jenazah RSUD Margono Soekarjo, Purwokerto.

Sedangkan Soib, suami Komsatun, tampak terpukul oleh kasus tersebut. Ia meminta agar pelaku dihukum mati karena perbuatan Deni sudah sangat di luar perikemanusiaan. "Sudah seperti binatang, bukan seperti binatang lagi. Binatang dipotong masih dielus-elus. Ini dibakar. Jadi biadab sekali. Saya mohon hukuman mati, tidak ada ampun lagi," ucap Soib sambil menitikkan air mata. 

Sementara itu, Deni oleh polisi telah dinyatakan melanggar Pasal 340 KUHP tentang Tindak Pembunuhan Berencana dan Pasal 365 tentang Pencurian dengan Kekerasan. Deni pun terancam akan menerima ganjaran maksimal berupa hukuman mati atau seumur hidup. 



Tidak ada komentar